1635

Education is the most powerful weapon which you can use to change the world – Nelson Mandela 1918-2013

Mengawali sebuah kebiasaan baik memang tidak mudah, aku pun yakin dirimu begitu. Namun pada akhirnya menulis adalah pilihan terbaik bagiku dan setidaknya ini lah jalan paling bermartabat untuk melawan lupa. Lupa bahwa aku cenderung lebih cepat melupakan memoar-memoar yang kadang terselip di hidupku, atau lupa yang sekedar tidak bisa mengingat serangkaian janji-janji yang kutasbihkan untuk diriku sendiri. Termasuk menulis, sesuatu yang seingatku sudah ingin aku lakukan sejak aku meyakini sesuatu bernama buku berasal dari kebiasaan seseorang untuk menulis. Andai kata boleh berlebihan maka tidak etis untuk tidak mencatut sebuah quote dari Ulama Besar Islam

Jika Kau Bukan Anak Raja Dan Bukan Anak Ulama Besar, Maka Menulislah. – Imam Ghazali 1058-1111

maka jadilah menulis aku usahakan untuk tidak menjadi barang tabu dalam hidupku kedepan. Tulisan pertamaku akan kuusahan menarik, atau setidaknya memberi manfaat bagimu. Bagimu yang sedang dilanda kegalauan, bagimu yang saat ini sedang berada di garis kemapanan, atau barangkali bagimu yang hanya sekedar ingin tau tulisan resmi pertamaku. Ketika aku menulis tulisan pertamaku ini ketahuilah bahwa aku sedang dilanda sedikit kebosanan menjelang keberangkatanku untuk melanjutkan studi, di sebuah negara yang mendapat predikat negeri matahari tidak pernah tenggelam karena adidayanya, Inggris. Sesuatu yang setahun yang lalu masih menjadi misteri , mimpi sekaligus doa yang tiap saat aku sempatkan mengingat untuk bisa menjadi nyata. Bagaimana cerita perjuangan tentang  hal ini akan ku bagi padamu di bagian tulisan yang berbeda.

Akan banyak alasan kenapa studi lanjutan dipilih sebagian orang dalam fase perjalanan hidupnya. Galau mungkin salah satunya, beberapa kawan memilih jalan S2 ketika dia memang tidak siap untuk menancapkan tajinya di dunia kerja. Bagiku alasan inipun sebenarnya tidak menjadi soal, karena tidak pernah ada yang tau kapan sejatinya kita menemukan satu hal yang disebut passion dalam perjalanan hidup kita. Kendati demikian pilihan ini acapkali dianggap pilihan naif, apalagi jika didukung fakta bahwa S2 pada akhirnya hanya kepentingan ego dan ambisi perorangan belaka. Kriteria selanjutnya, mari berandai bahwa siapapun yang menempuh pendidikan lanjutan adalah mereka yang sedang mencari “peluang” untuk terlepas dari zona nyamannya.

Life is either a daring adventure or nothing at all – Hellen Keller 1880-1968

Butuh keberanian berlipat sampai pada akhirnya memutuskan untuk memulai membuka jalan melanjutkan studi lanjutan, dan aku melilih melaluinya melalui beasiswa. Ya kenapa beasiswa, karena pada akhirnya jika sekedar S2 dengan jalur biasa dan taruhlah aku atau orang tuaku mampu membiayainya maka studi lanjutanku, maka ini akan tidak seberapa berarti bagiku. Beasiswa dalam persepsiku tidak hanya mendukung dalam tataran finansial, tetapi lebih dari itu beasiswa agak nya memberi kesempatan untuk lebih besar untuk memberi ruang gerak baru. Melalui networking yang secara langsung atau tidak terjalin didalamnya, atau anggap saja beasiswa adalah apresiasi dan bukti jerih payah tentang apapun yang pernah kau korbankan untuk waktumu di masa lalu. Berlebihan ? Tidak juga, karena studi melalui jalan beasiswa selalu tidak biasa, hampir seluruh penyedia beasiswa, apapun namanya, akan memberikan kriteria dan sistem seleksi kepada calon penerima beasiswa, baik itu dengan level yang sangat biasa sampai tidak biasa.

Setelah berpraktik secara professional di bidang arsitektur, dan sempat bergabung dengan salah satu konsultan besar Indonesia di Jakarta. Keinginan melanjutkan studi kembali mencuat setelah cukup lama tertahan dan hanya sekedar wacana. Meninggalkan sebuah profesi dan posisi dimana start-up karir sebagai arsitek junior sedang dibangun memang tidak mudah. Apalagi, meski aktif di praktikal arsitektur selama di bangku kuliah, namun bergabung dengan biro professional di kota besar, dan lingkup proyek yang juga besar, lalu dengan tiba-tiba saja menanggalkan proses yang sedang asyik itu terkadang menjadi momok menakutkan bagiku. Ditambah dilematika seusai vakum berarsitek juga mengusik pertimbanganku baik itu secara emosional maupun finansial. Pada saat itu juga kemampuan bahasa inggrisku juga tidak terlalu bagus, sehingga mau atau tidak aku harus dengan rela meninggalkan dunia professional arsitektur yang bisa saja membuatku menjadi sebuat (st)architect di kemudian hari. Tapi agaknya aku sudah cenderung terbiasa untuk menantang diriku sendiri, melepas zona nyaman untuk memulai petualangan baru yang aku tidak tahu akan berakhir lebih baik atau buruk dari apa yang sedang aku punya saat itu. Aku jadi teringat sebuah pertanyaan yang dilontarkan interviewer beasiswa ku,

” jika anda diibaratkan menjadi sesuatu, anda ini seperti apa ? ”

[terdiam beberapa detik]

seperti air bu, saya tidak pernah tau bagaimana hidup saya kedepan, saya hanya berusaha melakukan yang terbaik dimanapun takdir menempatkan diri saya, jika saat ini saya bekerja maka akan saya lakukan dengan usaha yang maksimal yang bisa saya lakukan, dan saat ini saya dalam proses beasiswa mengejar mimpi sekolah  maka itu juga saya lakukan dengan usaha yang maksimal.

Entah itu jawaban yang masuk kategori baik, buruk, atau biasa saja. Tapi setelah keluar dari ruangan, “air” lantas aku definisikan ulang sebagai orang yang tidak berpendirian ,tidak memiliki arah dan goal yang terukur, atau sederhanakan saja tidak jelas. Namun terlepas dari itu, jawaban ini lah yang akhirnya membawaku mengisi salah satu kuota beasiswa yang disediakan oleh lembaga baru milik pemerintah bernama LPDP [Lembaga Penjamin Dana Pendidikan] di tahun 2014. Dan pada suatu saat ketika aku menceritakan hal ini pada seorang kawan, ternyata filosfi air juga pernah terlontar dari seorang Dahlan Iskan

“Hidup itu seperti air mengalir saja. Tapi, kalau bisa mengalir yang deras. Batu pun kadang bisa menggelundung , kalah dengan air yang deras“. Itu menangnya orang yang tidak punya cita-cita tinggi sejak awal. Hidupnya lebih fleksible. Karena tidak punya cita-cita, kalau dalam perjalanannya menghadapi batu besar, ia akan membelok. Tapi, kalau orang berpegang teguh pada cita-cita, bertemu batu pun akan ditabrak. Iya kalau batunya yang nggelundung, lha kalau kepalanya yang pecah gimana?

Dahlan Iskan, Ganti Hati, 2008

Tidak  jangan menganggapku terlalu hebat untuk meniru Dahlan Iskan yang fenomenal itu, sedang pertanyaan itu tidak pernah aku prediksikan sebelumnya. Dan jawaban yang aku lontarkan hanya butuh waktu sepersekian detik untuk terlontar, karena memang berhadapan dengan interviewer juga tidak memungkinkan untuk googling mencari jawaban terbaik. Aku syukuri saja, barangkali saat itu Tuhan cukup berbaik hati membisikkan jawaban yang agaknya retoris tapi jujur saja itu mewakili apa yang aku rasakan.

Graphic1Sebagai seseorang yang bergelut di dunia Arsitektur cukup lama setidaknya dihitung sejak aku memulai strata satu , aku memulai jalan itu dengan dunia yang dekat dengan ku. Kebetulan pada saat itu aku mendapatkan informasi dibukanya studi lanjutan non gelar dan juga short internship oleh dua tokoh arsitektur yang menurutku cukup hebat. Tadao Ando dengan program Osaka Foundation of International Exchange (OFIX), dan juga Rem Koolhaas dengan Strelka Institute nya.

bagimu yang ingin mengetahui OFIX dan STRELKA ikuti saja tautan ini

http://www.ofix.or.jp/english/training/aprogram/overview.html

http://www.strelka.com/en/home

Kedua arsitek ini cukup akrab dikalangan praktisi, akademisi, maupun professional arsitektur. Keduanya juga cukup familiar dengan berbagai macam award winning , tentunya yang paling prestsius adalah Pritzker Prize yang acapkali diasumsikan sebagai nobel di Bidang Arsitektur. Dan meski kupersiapkan sedemikian rupa, termasuk mengantongi rekomendasi dari program yang sama tetap saja kedua aplikasi itu gagal, haha mungkin disana bukan jalanku. Inilah usaha pertama dan keduaku untuk lebih dekat menuju studi lanjutan. Sebelum pada akhirnya aku melanjutkan aplikasiku di tahun 2013, baru aku ingat aku sudah memulai registrasi beasiswa LPDP setahun lalu. Tentang LPDP sendiri aku juga akan menuliskannya padamu di kemudian hari.

Seperti halnya air, saat ini aku mengalirkan diriku untuk kemudian dapat singgah di tempat yang aku sendiri belum tau baunya, bentuknya, rasanya, lingkungannya. Mungkin juga pilihanku untuk studi lanjut juga akan merubah orientasiku sebagai seorang arsitek, sepertinya menjadi seorang (st)arsitek juga tidak pas untukku atau setidaknya belum. Menjalani ketenaran sebagai seorang arsitek dengan bangunan nya yang gagah, atau berpenghasilan sekian digit dan menjalani aktifitas yang padat juga belum atau tidak menjadi angan-anganku. Semakin aku memahami aliran ini, terkadang kesuksesan secara personal pada akhirnya terlalu kecil untuk menjadi mimpiku kedepan, diterimanya aku di Building Urban Design in Development , University College London UK seolah memberi peluang untuk berbuat dalam lingkup yang lebih luas untuk melakukan perbaikan.

Aku akan mengulang petikan quote di pembuka tulisan ini Education is the most powerful weapon which you can use to change the world , Nelson Mandela. Dan untuk itulah sejatinya kita harus peka dengan panggilan negeri ini untuk melakukan perbaikan , apalagi jalan itu saat ini sudah dibuka selebar-lebarnya. Dunia saja bisa diubah, seharusnya Indonesia juga bisa berubah menuju kearah yang lebih baik melalui anak-anak mudanya. Bagiku pendidikanlah yang akan membawa manusia memiliki perspektif berbeda, meskipun tidak sebuah keharusan, tetapi peluang beasiswa yang terbuka sedemikian lebar adalah alternatif jalan yang bisa kau tempuh. Entah berapa kali dalam seminggu aku temui kawanku membagikan tautan tentang beasiswa dari berbagai sumber, seolah dia tak pernah henti mencari dan mengundang pribadi terbaik yang peka terhadap perubahan. Disaat yang sama seolah dia mengirim pesan carilah disudut dunia manapun, pendidikan yang terbaik untuk masa depanmu dan juga bangsamu. Bagimu yang masih meragu, yakinlah orang yang menuntut ilmu akan selalu ditinggi-mulyakan oleh Tuhan. Itu juga yang aku percayai, terlepas ini keharusan atau tidak untuk kembali belajar, dirimulah yang memegang kuasa atas masa depanmu. Untuk mengakhiri tulisan awalku ini, studi lanjut kalo boleh aku memberikan hukum biarlah jadi mubah, toh pendidikan agaknya tidak hanya akan kau temui di balik meja kampusmu, tetapi bersinggungan dengan berbagai pola pikir yang berbeda akan menjadikanmu manusia yang berbeda pula, kesempatan itu ada dan terbuka, tinggal mau tidaknya kita bergerak untuk mengambilnya. Dan apabila pilahn studimu nantinya jatuh di luar tanah kelahiranmu , maka ingatlah pesan dari seorang Imam Syafii,

Knowledgeable and civilized people will not stand in his hometown.leave your country and go abroad. You’ll get a replacement from relatives and friends. crease, because the sweetness of life is after a weary struggle  – Imam Syafii 767-820

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang. Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
akhir kata selamat mengikuti aliran air dalam hidupmu masing-masing, kejutan akan selalu hadir di setiap lini jika kau bisa menikmatinya.

14.08.15 | Probolinggo

11 responses

  1. Alhamdulillah 🙂 berangkat kapan mizuuuu? hihih

    Like

    1. 20 September, ayo ngeblog lagi hehehe

      Like

  2. huwooo nang Enggreissss! Hahaha
    Dulu ku juga mikir ‘hidup seperti air, biarkan mengalir’ terus kupikir-pikir lagi kok rasanya bodoh banget kalo ngalir-ngalir terus, ujung-ujungnya jatuh kayak air terjun. Atau ke laut, ketemu dengan air-air lain yang punya pemikiran ‘biarkan mengalir’. Tapi baru tau ada quote ‘pembenaran’ dari pak Dahlan tentang teori hidup seperti air. Hahaha.
    Aaanyway, good luck buat studinya dan nulisnya (aku taunya mas Nelza suka nulis puisi pas jaman SMA hahaha). Semangaaaat!

    Like

  3. Mizuu, ini tulisan perdana? Keren mizu, ditunggu tulisan berikutnya…
    Good luck dan semoga lancar studi nyaa…

    Like

    1. secara blog system iya ini pertama heheheh,..AMIN ! thanks for visiting 🙂

      Like

  4. Nelson Mandela ma Nelza M. Iqbal = 11 12 kok.. ^^
    Congratz untuk tulisan pertama (emg ini pertama kali ya? I don’t think soo), tulisannya keren mulai dari bahasa tgkt anak galau sampai scientist masuk. Quote2nya sangat menginspirasi za. Asyik jg gaya tulisanmu.

    “Lanjutkan!” Kata pak SBY

    Sukses untuk kuliahnya dan salam bwt pangeran George ya “kalo ketemu”. Hehe

    Like

    1. hahahah amin, gmina kabar nih ? jadi lanjut studi kan? doakan istikomah nulis hahhaha tibake angel yak hahahhahaah,…

      Like

  5. menulis memang salah satu hal terbaik buat dilakukan tiap kali rasa bosan datang. dan untuk sebuah tulisan pertama, ini keren. sedikit saran, kalau memang blog ini ditujukan untuk sharing mengenai hal-hal yang berbau serius, penggunaan tanda baca seharusnya lebih diperhatikan. dan berhubung mizu udah bersedia bersusah payah memacam-macami sejumlah kata (baca: di-italic, digaris-garis *ga tau perintah ini apa namanya*, dll), jadi akan lebih bagus lagi kalau penggunaan perintah itu bisa lebih pada tempatnya. sayang sekali, kan, kalau tulisan yang keren jadi berkurang kerennya gara-gara hal sepele macam itu? dan pemakaian read more juga sepertinya bisa berguna biar blog ini ga keliatan terlalu penuh. hehe.. ^^v
    sekian komentar tdk penting ini *flies to narnia*

    Like

  6. Bagus broo…
    tulisan lw sukses bikin gw ngaca dan sama sekali tidak(belum) menemukan diri gw di sisi manapun…
    sukses buat tulisan dan studinya bro.

    Like

  7. […] ini Agustus 2016, setahun yang lalu saya memulai tulisan saya tentang ikhtiar untuk study lanjut dan segala hal mengenai beasiswa. Setahun yang lalu saya memulai tulisan saya di halaman depan […]

    Like

Leave a comment

The author

@nelzamiqbal

Related posts