Tertanggal 10 April 2016 lalu, saya berkesempatan untuk membagi cerita tentang beasiswa, study abroad, dan semua hal tentang studi di luar negeri melalui sebuah platform bernama IYOIN (Indonesian Youth Opportunities in International Networking) http://iyoin.org/ . Sebuah NGO yang didirikan teman-teman muda di Malang, dan saat ini sudah mulai mengcover beberapa wilayah di nusantara. Sempat terpikir dulunya membuat sebuah platform seperti ini, dengan agenda rutin berupa seminar online yang memberikan iklim diskusi sharing knowledge yang tidak terbatasi oleh ruang dan waktu. Hal ini juga tidak lepas dari kegiatan di masa awal selesainya Persiapan Keberangkatan – LPDP Batch PK 21, dimana angkatan kami menggunakan platform online sosial media LINE untuk lebih mengenal satu sama lain melalui sebuah tajuk program “WEB-BINAR”. Di tiap bulannya kami rutin mengadakan program satu jam lebih dekat, dan juga sharing informasi mengenai apapun. Dimulai dari wacana nikah muda, IELTS, diskusi masalah Urban dan Arsitektur hingga ke pembahasan kesehatan. Sayangnya setelah sempat beberapa bulan menjadi rutinitas kami, kebiasaan ini mundur teratur dan kemudian menghilang begitu saja. Istiqomah memang susah nyatanya, apalagi disaat kami sudah memulai perkuliahan kami masing-masing. Terkadang menengok pembahasan di group angkatan saja sudah cukup susah. Tapi tenang saja bonding kita sebagai PK21 Cakra Buana masih tetap terikat seperti janji kami pada saat PK “Devoted21ndonesia”.
Online gathering seperti ini merupakan pendekatan yang tidak sepenuhnya baru, karena memang platform yang disediakan sudah ada dan banyak. Bermacam jenis social media dari whatsapp, line, telegram, facebookchat, sudah cukup familiar dipergunakan untuk mengkoneksikan individu-individu yang terpisah jarak dan waktu.
Paling tidak kita menggunakannya dan tergabung didalamnya digroup alumni kita masing-masing. Lebih lanjut masa-masa ini mengingatkan pada masa pencarian beasiswa dulu. Dimana cukup rutin saya iseng menanyakan bagaimana tips bisa tembus beasiswa, bagaimana iklim belajar di luar negeri, bagaimana mendaftar di kampus luar negeri. Masih jelas kiranya saat-saat dimana saya menjadi sok kenal dengan beberapa senior, dosen, bahkan orang yang sebelumnya belum pernah saya temui. Terimakasih beliau-beliau semua telah menjadi inspirasi dan penyemangat saya pada saat itu, sehingga saya pada akhirnya berkesempatan juga merasakan apa yang mereka rasakan. Alhamdulillah.
Kembali ke OLEC (Online and Offline Lecture) yang di gagas IYOIN, ini adalah kali pertama saya share pengalaman saya melalui platform online. Cukup melelahkan ternyata, namun juga menyenangkan di saat yang sama. Kendala nya adalah bagaimana membagi materi diskusi yang panjang kedalam beberapa segment sehingga itu bisa cukup jelas, dan paling tidak menjadi sesuatu yang tidak terlalu membosankan. Bisa anda bayangkan melihat whats-app dalam jangka waktu dua jam dan membaca hal-hal berbau “ommarioteguh” bisa jadi akan sangat-sangat menjemukan. Akhirnya saya mencoba merumuskan script yang saya modifikasi menyerupai format KULTWIT. Harapannya materi yang panjang tadi bisa terbreak down dengan jelas sehingga maksudnya akan sampai pada seluruh peserta kuliah online. Setidaknya saya tidak berkenan membuat panitia dan 350 peserta kuliah online yang terdaftar saat itu merasakan ketidak bergunaan materi yang saya sampaikan. Apalagi saya agak terlambat bergabung dengan group ini dikarenakan terlalu lelah seusai perjalanan conference di Istanbul, beruntungnya panitianya tanggap dan berinisiatif me missed call berulang kali hahaha. Adapun script yang saya buat bisa diunduh di link berikut ini, semoga bisa berguna bagi yang lain :
Berikut juga saya sampaikan beberapa pertanyaan yang muncul selama kuliah online berlangsung.
dr. Dito Anurogo
S2 Biomedis FK UGM
Mau izin bertanya, bagaimana langkah awal saat telah menemukan passion di bidang riset. Lalu ingin lanjut ke S3. Mengingat saya belum punya domisili (tempat kerja) tetap. Padahal juga sudah berkeluarga.
Misal; saya minat riset stem sel dan neurosains, ingin ke Jepang atau Harvard. Sebaiknya dapat LoA atau pemberi beasiswa dahulu?
Oh iya, bagaimana kiat efektif berkomunikasi dengan Prof via email agar direspon?
Perlukah kita kirim surar via pos, untuk menunjukkan kesungguhan kita. Mungkin saja hati beliau tergerak setelah membaca berkas/aplikasi yg kita kirimkan.
Mohon pencerahan.
Terimakasih
terimakasih dito pertanyaannya, sejauh yang saya jalani, dan juga setelah banyak bertukar pikiran dangan teman-teman di master dan doktoral
Gambar 1. Menjelaskan masa-masa dimana pengetahuan anda mulai terisi oleh banyak hal selama masa studi TK-Kuliah Gambar 2. Diagram ini anda mulai menkhususkan bidang di ranah study master, seperti mas dito sendiri BioMedik itu tidak general tetapi cabang ilmu yang lebih spesific, Pendidikan MASTER , maka orang tersebut diharapan menjadi master dibidangnya Gambar 3. Adalah saat anda menuju ke pHd apa yang anda jalani di master kembali terpush sampai terfokus pada mungkin satu konsentrasi utama saja. Gambar 4. Disinilah letak pHd, kalau ditanya menemukan passion di riset , bagi saya menemukan dan belajar hal baru selalu menyenangkan dan berdasarkan cerita teman-teman dan apa yang saya alami, hal ini akan berjalan seiring dengan process pencarian anda. Just let it go with the flow.
LOA atau Beasiswa dulu itu tidak jadi soal, ada banyak kasus dpt LOA dulu baru Beasiswanya, LOA juga TIDAK menjamin diterimanya beasiswa. Kiat efektif seperti yang saya sampaikan, pelajari publikasi professor, to the point terhadap niat anda melakukan riset dibidang yang sama, tunjukkan portfolio dan proposal riset anda, sungguh atau tidak sungguh bukan terletak pada metode pengiriman berkas. Kecuali memang itu dibutuhkan dan diwajibkan oleh universitas. Menuut saya ketika kita mendalami sebuah bidang dan menemukan hal menarik, itu yang menjadi point utama. Disanalah kita mulai “kepo” riset-riset professor bersangkutan dan bisa mendiskusikan hal yang sama. Semoga menjawab
Anik/UGM/Yogyakarta
1. Sebenarnya kontribusi nyata seperti apa yang di harapkan dari awardee oleh pihak LPDP, apakah menjadi dosen adalah bentuk konkretnya ?
2. Mengapa saat ini studi ke Luar Negeri (LN) persentasenya dibatasi daripada tahun-tahun sebelumnya ?
3. Bagaimana tips dan trik meyakinkan interviewer semisal saya mendaftar LPDP tetapi dg studi Master lain bidang keilmuan saya sewaktu S1
terimakasih anik pertanyaanya, 1. LPDP diharapkan bisa mewujudkan generasi Indonesia Emas 2045, tepat 100 tahun kemerdekaan, kontribusi nyata tentu saja bukan hanya di bidang akademik tapi professional. Konkret itu tergantung, pada saat wawancara saya menjawab kembali ke Indonesia dan membangun konsultan arsitektur berbasis riset yang sudah saya mulai sejak lulus kuliah. Saya juga memberi penjelasan bagaimana pentingnya study S2 untuk memberikan nilai dan pandangan yang berbeda terhadap dunia urban dan arsitektur. 2. Wah yang ini bukan ranah saya sebenarnya, tetapi sebagai lembaga baru yang terus menyesuaikan bentuk maka LPDP juga ingin mewujudkan ambisinya untuk turut andil mewujudkan world class university in Indonesia. Mungkin itulah yang menjadi pertimbangan. 3. Lintas jurusan itu masih dimungkinkan namun dengan pertimbagan yang matang. Semisal anda lulusan teater, tetapi mau belajar Urbanisme Kota. Ternyata anda selama ini bergerak di ranah LSM dan NGO yang terkait dengan urbanisme kota, maka ini bisa memperkuat bahwa anda melakukan hal yang bisa dipertanggung jawabkan dan sangat make sense untuk diberikan investasi beasiswa.Sebagai tambahan artinya, apapun yang menjadi tujuan teman-teman di S2, selama punya alasan kuat dan future planning yang tepat maka interviewer akan mempertimbangkan hal ini secara bijak. semoga menjawab
Lisa / STMKG / Yogyakarta /
1. apakah sewaktu kak nelza bersekolah / berkuliah sangat aktif berorganisasi?
2. Apakah orang yg sangat aktif berorganisasi akan mudah lolos LPDP?
3. Apakah publikasi paper dibutuhkan untuk dapat lolos di uni kakak?
Terimakasih sebelumnya
1. Kebetulan iya , 2. Tidak menjamin seperti yang saya sampaikan pada materi kuliah online ada teman yang sampai tataran petinggi sebuah organisasi juga ada yang ditolak LPDP, jadi ini bukan prasyarat mutlak. 2. Hal tersebut akan jadi pertimbangan , tapi bukan juga keharusan. Tetapi untuk “memperberat” bobot portfolio lebih baik berusahalah mempublikasikan paper kalian. Minimal presentasikan skripsi di konferensi nasional, sehingga hal ini dapat menjadi pertimbangan dari sisi akademis baik untuk aplikasi beasiswa maupun kuliah.
Recha Abriana Anggraini/AMIK BSI/ Purwokerto
Mungkin pertanyaan saya ini lebih menjurus ke motivasi, jadi adakah peluang mendapatkan beasiswa keluar negeri bagi mahasiswa yg notabennya kuliah dikampus swasta dan kecil? Bagaimana tips and trick agar dengan segala keterbatasan yg ada, kita tetap bisa mewujudkan apa yg kita inginkan baik utk prepare ataupun mulai berburu beasiswa ke luar negeri? Dan bagaimana caranya menumbuhkan kepercayaan diri pada mahasiswa yg demikian, agar terus yakin bahwa dikampus kecilpun kita bisa menjadi besar?
terimakasih recha, memang ada kecenderungan kampus diluar negeri itu menerima kampus Indonesia yang terakreditasi dengan kriteria tertentu. Teman saya juga yang berasal dari daerah kecil dan kampus kecil juga sempat mengalami kesulitan untuk mncari kampus. Tetapi seperti yang saya sampaikan pada sesi materi. bahwa if ‘Plan A’ didn’t work, the alphabet has 25 more letters!. Teman saya terus mencoba untuk mengirimkan berkas aplikasi pendaftaran, dan akhirnya ada universitas di luar negeri yang bisa menerimanya. Keterbatasan adalah tantangan , selama kita mau berdamai dengannya maka hal itu akan menjadi motivasi sendiri. Seperti Prof. Renald Kasali pernah menyatakan, ketika kita menghadapi krisis jangan kita anggap hal itu sebagai sebuah hal yang hanya berkonotasi negatif. Krisis adalah dimana kita punya dua kesempatan yang sama menjadi lebih buruk, atau berubah menjadi lebih baik tergantung bagaimna kita menyikapinya. Bahkan saya rasa teman-teman yang berasal dari kampus “kecil” akan memiliki kesempatan lebih besar, karena pada umumnya seseorang yang berada dalam keterbatasan selalu termotivasi dan terpacu untuk push ketertinggalannya sehingga bisa berhijrah menuju ke arah yang lebih baik. Terus semangat !
A. Asmara Eka Cahyanto UPN asal klaten
selamat pagi kak aku ada beberapa poin pertanyaan yang mau aku tanyain
1. Kalau untuk jurusan seperti kosentrasi humanities and social science lebih tepat Master by coursework atau Master by research
2. Untuk Master by research kan mahasiswa harus memilih supervisor (pembimbing) untuk pelaksanaan kuliah ini,terus caranya gimana supaya dapat pembimbing yang ngerti kita banget
terimakasih asmara eka pertanyaanya. 1. Saya kebetulan juga akhirnya ke arah Humanity dan Social Studies, ini tergantung pada planning kedepan sebenarnya. Karena keduanya itu bisa blending dan mungkin sedikit bias. Coursework itu sebenarnya memberikan peluang kita untuk lebih luas dalam mencari fokus. Karena proses didalamnya kita seakan bebas menyelami samudera ilmu di bidang kita masing-masing, meskipun pada dasarnya coursework itu memberikan bekal untuk aplikasi lapangan dimana kita berprofesi sebagai professional nantinya. Sedang research ini biasanya lebih tepat diambil bagi teman-teman yang memang sudah meiliki fokus study sejak S1, tujuannya emang akhirnya menjadi scientist dan kemungkinan besar berafiliasi pada ranah akademik. Tetapi saat ini dunia professional pun membutuhkan peneliti-pneliti spesifik yang bisa membantu untuk supporting practical di lapangan. 2. Mungkin analoginya kebalik, untuk mencari supervisor, carilah yang kamu mengerti banget dan kamu tertarik untuk riset dengan professor tersebut. Ini bisa dilakukan dengan membaca publikasi-publikasi dan teorinya sehingga bisa membantu kita dalam menyelesaikan perkuliahan dan riset kita kedepan. Dan ketika sudah masa perkuliahan maka komunikasi yang menjadi jalan keluar agar chemistry professor dan mahasiswanya bisa terjaling dengan baik.
Umarotun Niswah/ FKM UI/ Depok
Assalamu’alaikum Kak Nelza,
Saya mau bertanya yang mungkin sedikit personal,
1. Apa alasan kakak melanjutkan S2? mengapa di luar negeri?
2. Mengapa memilih UK? mengapa memilih UCL? Apakah melanjutkan studi di UCL adalah pilihan pertama kakak? (Mungkin kakak bisa share pertimbangan apa saja yang kakak gunakan untuk memilih jurusan, universitas dan negara tujuan)
3. Setelah kakak menjalani kurang lebih 6 bulan studi di UCL, apakah kakak mendapatkan hal yang selama ini kakak ekspektasikan?
Terima kasih:)
waalaikum salam niswah, 1. Setelah bekerja kurang lebih 2 tahun di dunia professional, saya merasakan adanya stagnansi pengetahuan yang saya dapatkan pada saat itu. Sedang berada di luar negeri sendiri adalah mimpi saya sejak kuliah di S1, termasuk juga motivasi untuk memberi kebanggaan orangtua saya yang mungkin tidak lagi terlalu perlu saya bahagiakan dengan materi. 2. Kenapa UK, karena saya sudah sangat lelah belajar bahasa (alasanya gitu banget), kenapa ucl, sebelum ucl sy juga mendapat accp dr kampus-kampus lain di UK. Namun setelah tau di subject saya UCL berada di peringkat dua setelah MIT, dan mungkin hanya disini saya menemukan pembelajaran urban design di developing countries maka saya semakin mantab memilih UCL. Di bidang saya Urban design akhirnya di push buat keluar dari boundary asalnya, sehingga hal ini bisa inline dengan apayang akan saya rencanakan kedepan untuk berkontribusi lebih baik di Indonesia. 3. Alhamdulillah dapat, bahkan melebihi ekspektasi saya, saya memprediksi bahwa studi saya hanya akan seputar urbanisme. Ternyata disini asaya harus belajar politik ekonomi, dan yang paling parah filosofi. Namun diversity ini membuat perspektif saya dalam memahami arsitektur, kota, dan humanitynya menjadi “mungkin” lebih baik dan lebih kaya. terimakasih.
Almira Sifak Fauziah Narariya/Universitas Negeri Malang/Lumajang, Jatim/
1.boleh share di inggris peluang dapat beasiswa seberapa besar?
2. apakah pihak pemberi beasiswa membatasi dana dan waktu untuk penelitian, misalkan jika penelitian tidak selesai maka penerima beasiswa dipulangkan ke Indonesia?
Terima kasih
terimakasih almira pertanyaannya 1. Saya tidak bisa memberikan data secara empirik, namun beasiswa ke UK sendiri cukup fariativ , selain LPDP, tentu ada Chevening, selain itu DIKTI juga memberikan beassiwa dengan tujuan UK. Lebih lanjut banyak pula kampus-kampus yang memberikan grand beasiswa (meskipun opportunity nya kecil, namun tidak ada salahnya dicoba) coba sering2 main ke web search buat beasiswa semacam scholars4dev.com 2. Setau saya beasiswa itu pasti ada limitasi nya itu tergantung massa studi yang tercantum pada LOA, untuk LPDP sediri ada opsi kontrak bermaterai yang menyatakan jika yang bersangkutan tidak mampu menyelesaikan studinya maka wajib mengembalikan biaya pendidikan berikut fluktuasi kurs yang berlaku. Jadi menerima beasiswa ini berat-berat ringan, bukan sekedar ajang jalan-jalan tapi ada tanggung jawab yang memang harus diselesaikan. semoga menjawab
Muammar iksan/ FKM UMI/ Makassar.
Trima kasih kak nelza, sya mau bertanya:
1. Terkait universitas di UK dgn standar pendidikan yang tinggi, apakah ada aturan2 tertentu untuk memudahkan proses belajar mahasiswa internasional disana?
2.Bagaimana tipsnya kak nelza tentang schedule belajar yg efektif di UK dan cara memanfaatkan waktu yg berkualitas?
Thanks
terimaksih pertanyaanya ikhsan 1. tidak ada aturan tertentu ketika sudah berada di UK, maka status hak dan kewajiban kita sama dengan mahasiswa lokal. Jadi penggunaan fasilitas penunjang pendidikan dan alinnya kita memiliki hak yang sama. 2. waktu adalah tantangan terberat juga di UK, hal ini bergantung juga pemilihan bidang studi. selama ini saya membiasakan diri membuat timeschedulle yang tertata untuk mengingat batas waktu kaan saya harus menyelesaikan reading list. kapan memulai menginisiasi coursework, kapan mulai membangun theoritical framework buat disertasi, meskipun seringkali out of schedulle tapi membuat things to do in a week or a month akan sangat membantu untuk memanage waktu. ketika penat jangan lupa jalan-jalan, park di inggris sangat banyak meskipun dingin juga berada di luar hehe. langkah lain adalah saya sering sampai larut belajar di graduate hub, karena berada di kamar sering kali men distraksi fokus saya, tapi ini terkait dengan metode belajar masing-masing sih. semoga membantu 🙂
Sartika/unp/padang/
1. Berapa kali sebaiknya kita melakukan penelitian untuk lanjut kuliah di LN
2. Apakah beasiswa LPDP cukup untuk menghidupi selama di LN, atau harus mencari biaya tambahan
Terimakasih sebelumnya
terimakasih sartika pertanyaannya, 1. Ada miskonsepsi ketika kita membicarakan penelitian, kadang penelitian dipandang sebagai hasil akhir yang harus berupa produk. Padahal di dunia ilmiah kajian litratur, komparative studi terdahulu sudah termasuk penelitian. Berapa kali? tidak ada batasan, mutlak ? bisa jadi tidak. Karena nyatanya ada juga bahkan banyak teman-teman saya yg belum pernah melakukan penelitian secara “sah” selain produk skripsinya. Maka dari itu skripsi itu bisa jadi produk akhir dan refleksi yang menarik untuk dipublikasikan, karena sepanjang pengetahuan saya habit mahasiswa S1 belum ke ranah publikasi ilmiah. Maka cobalah untuk memulainy sedini mungkin. Insya allah lebih dari cukup, tergantung gaya hidup masing-masing. Tetapi sejauh yang saya terima hingga saat ini itu sudah lebih dari cukup sehingga tidak perlu lagi untuk mencari biaya tambahan. semoga menjawab :0
Sangat menginspirasi kak, sangat mencerahkan info yg diberikan, terimakasih online lecture nya 🙂
LikeLike
“Namun setelah tau di subject saya UCL berada di peringkat dua setelah MIT, dan mungkin hanya disini saya menemukan pembelajaran urban design di developing countries maka saya semakin mantab memilih UCL”
apakah ada kemungkinan kakak lanjut MIT sebagai pemegang ranking satu di bidang yang kakak ambil? kira2 kakak bakal langsung lanjut PHD apa nikah dulu kak? sama siapa?
LikeLike
nggak kak, setelah masuk baru sadar ranking bukan segalanya, tetapi nggak nyesel juga sih kak 😀 , iso ae essay mu loh garapaen 😀
LikeLike